Penguatan etika politik Pancasila guna membangun keunggulan kompetitif bangsa dalam rangka ketahanan nasional menjadi topik dalam Round Table Discussion (RTD) Kajian Jangka Menengah, yang dibuka oleh Gubernur Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, D.E.A., pada hari Kamis (7/4).
Budi Susilo Soepandji dalam sambutannya menyampaikan, World Economy Forum (WEF) telah menilai bahwa indeks daya saing Indonesia periode 2015-2016 berada pada posisi 37. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa Indonesia memiliki tantangan, khususnya dalam pilar institusi, yangperlu menjadi perhatian bersama dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Peningkatan daya saing bangsa ini tentunya memerlukan dukungan suprastruktur dan infrastruktur politik yang kuat, beretika, dan bermartabat.
Menurut Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya Lemhannas RI Dr. Anhar Gonggong, tidak ada yang tidak baik dalam rumusan politik nasional, melainkan yang tidak pernah berjalan dengan baik adalah implementasinya yang menjadi sumber persoalan bangsa kita.
Bagaimana memecahkan masalah tersebut, Wakil Ketua DPD RI Prof. Dr. Farouk Muhammad menyampaikan bahwa kita butuh harus lebih fokus untuk mengoreksi dan melihat fenomena kehidupan dari kacamata Pancasila sebagai collective action terhadap implementasi etika berpolitik.
“Kita ini terlalu hipokrit, ngomongnya besar-besar tetapi kerja nol sistem nilai kita yang sudah bolak balik. Oleh karena itu, bicara etika, harus diikuti dengan perilaku”, pungkas Pakar Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Moeloek menanggapi paparan dari narasumber.
Bertindak sebagai narasumber lainnya dalam RTD ini diantaranya, Hakim Agung Mahkamah Agung RI Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, S.H, Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementrian Sekretaris Negara RI, dan Prof. Dr. Dadan Wildan, M. Hum. Kemudian ditanggapi oleh Ketua Pusat Studi Pancasila UGM Prof. Dr. Sudjito,SH., M.Si, Staf Ahli Gubernur DKI Jakarta Dr. Silviana Murni, dan Tenaga Profesional Bidang Kepemimpinan Lemhannas RI Mayjen TNI (Purn) Albert Inkiriwang.