John Pieris: Penguatan DPD Sebagai Penyeimbang

0 0
Read Time:2 Minute, 30 Second

John Pieris: Penguatan DPD Sebagai PenyeimbangJakarta – Pimpinan Kelompok DPD di MPR RI Prof. John Pieris mengungkapkan kesalahkaprahan pemahaman jika penguatan DPD terjadi maka artinya pelemahan DPR. Menurutnya, Itu pemahaman yang sangat keliru.

Mengapa keliru, sebab bangsa ini adalah bangsa yang besar yang berideologi Pancasila,  berkonstitusi UUD NRI Tahun 1945 dalam bingkai NKRI berlandaskan kemajemukan dan ke-bhineka tunggal ika-an.

“Nilai-nilai itu harus diwujudkan dalam politik keparlemenan Indonesia, supaya tidak ada hegemoni antara satu dengan yang lain atau mengkooptasi satu dengan yang lain.  Kita adalah satu dan menjadi satu. Dalam pasal 27 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945, ada dua hal yakni equality before the law dan equality before the government. Setiap warga negara sama haknya dalam hukum dan pemerintahan,” ujarnya, dalam Seminar Nasional bersama pengamat politik Yudi Latief, Rektor UKI Maruarar Siahaan, Guru Besar dan Ketua Pasca Sarjana FH UKI, soal penguatan DPD RI sebagai kekuatan penyeimbang kerjasama Kelompok DPD di MPR dengan FH UKI Jakarta, di Ballroom Hotel Kartika Chandra, Kamis (29/09/2016).

Diutarakan John, equality before the government bagi DPD artinya jangan ada pelemahan kepada elemen bangsa ini. Tapi, pada kenyataannya itu terjadi kepada lembaga DPD RI. Tegasnya, DPD dilemahkan. Proses pelemahan DPD itu terjadi sejak awal pada saat amandemen 1-4 UUD 1945.

“Padahal negara ini eksis karena perjuangan orang-orang daerah pahlawan-pahlawan di daerah-daerah.  Peran dan kiprah daerah sangat mewarnai bangsa ini.  Aspirasi daerah melalui DPD mesti diberi ruang sama sesuai prinsip keadilan,” katanya.

Semestinya, lanjut John, bangsa ini melihat DPD secara utuh bahwa eksistensi DPD adalah sebagai kekuatan penyeimbang DPR RI bukan sebagai pelemah kekuatan DPR. Jika tidak ada penyeimbang, maka sama saja bangsa ini memelihara politik oligarki dan pengkultusan.

“Kultus individu atau lembaga apapun itu harus dihentikan kalau hanya untuk bertujuan memupuk kekuasaan dan mementingkan pribadi dan kelompok,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Yudi Latief mengatakan bahwa usaha dan upaya memperkuat posisi dan kewenangan DPD harus meninjau terlebih dahulu sistem perwakilan yang dikehendaki dalam sistematik negara kekeluargaan.

Selama ini, lanjut Yudi, ada kekeliruan umum untuk menyebut DPR sebagai parlemen.  Padahal, parlemen adalah MPR (MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD) seperti parlemen di Inggris terdiri dari house of lords/Majelis Tinggi danhouse of common/Majelis Rendah dan seperti parlemen (kongres) di Amerika Serikat terdiri dari house of representatif dan senates.  Adapun DPR hanyalah lembaga legislasi biasa.

“Di dalam MPR seharusnya semua perwakilan elemen bangsa ada terwakili. Perwakilan golongan dalam MPR bisa terdiri dari utusan golongan-golongan marjinal-terdiskriminasikan yang kepentingan golongannya tak otomatis terwakili di DPR, terutama golongan yang (karena UU) hak pilih dan/atau hak pilihnya ditiadakan,” paparnya.

Diutarakan Yudi, MPR adalah mandataris kedaulatan rakyat. Dengan begitu, MPR diharapkan dapat mencerminkan ekspresi seluruh kekuatan rakyat. Hal ini tercermin dari kemampuan MPR untuk menampung perwakilan hak liberal-individual, perwakilan hak komunitarian dan perwakilan hak teritorial (perwakilan daerah).

Intinya, menurut Yudi, penguatan peran DPD harus bersamaan dengan pengukuhan kembali peran MPR sebagai mandataris kedaulatan rakyat dengan tugas utamanya menetapkan UUD dan GBHN.  Keanggotan MPR harus terdiri dari anggota DPR, perwakilan daerah dan perwakilan golongan./der

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

About Author

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *