Wakil Ketua MK: Negara Jamin Pelayanan Kesehatan Warga Negara

0 0
Read Time:3 Minute, 43 Second

Wakil Ketua MK Anwar Usman menjadi pembicara dalam kuliah umum di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yahya, Bima, Rabu (20/7). Dalam kesempatan tersebut, Anwar menegaskan jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan masyarakat menjadi hak konstitusional yang harus dipenuhi negara.

Dalam kuliah umum yang bertema “Peran Institusi Pendidikan Kesehatan dalam Mengawal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional” tersebut, Anwar menyatakan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan masyarakat telah dilakukan sebelum perumusan UUD 1945. Hal tersebut, lanjutnya, dapat ditilik dari risalah pembentukan perumusan UUD 1945 yang dilakukan oleh BPUPKI.

Seiring berjalannya waktu, saat berlangsungnya perubahan UUD 1945 pada tahun 1999-2002, jaminan perlindungan kesehatan yang merupakan bagian dari jaminan sosial bagi seluruh rakyat dituangkan secara eksplisit di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4). “Dengan demikian maka jaminan perlindungan terhadap hak kesehatan masyarakat menjadi hak konstitusional yang harus dipenuhi oleh negara terhadap setiap warga negara yang membutuhkannya,” jelas Anwar.

Lebih lanjut, Anwar menjelaskan jaminan pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk perlindungan negara guna menjamin warga negara memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Jaminan kesehatan, lanjutnya. merupakan hak dan investasi suatu negara. Sebab, sumber daya manusia merupakan modal penting pemerintah dalam membangun dan menyejahterakan bangsa.

Sejarah Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Secara historis, Anwar menjelaskan pemerintah Indonesia sebenarnya telah memperkenalkan prinsip asuransi kesehatan bagi masyarakat sejak 1947. Namun situasi keamanan pasca kemerdekaan yang belum stabil membuat upaya tersebut belum dapat direalisasikan dengan baik. “Pada tahun 1960, pemerintah berupaya untuk memperkenalkan kembali konsep asuransi kesehatan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan,” ujarnya.

Pemerintah, imbuh Anwar, kala itu berpandangan bahwa kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok untuk mewujudkan pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Selain itu, memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan pelaksanaan cita-cita bangsa di bidang kesejahteraan umum sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945.

“Meskipun UU 9/1960 secara efektif berlaku sejak diundangkan pada tanggal 15 Oktober 1960, tetapi dalam pelaksanaannya undang-undang ini tidak juga dapat direalisasikan dengan segera. Ketentuan Pasal 15 yang memerintahkan dibentuknya peraturan pelaksana untuk menerapkan UU 9/1960 paling lama 1 tahun, tidak kunjung segera terwujud karena berbagai faktor dibidang sosial, ekonomi, dan politik di masa itu,” papar Anwar.

Upaya untuk kembali melaksanakan UU 9/1960 dilakukan pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Kepmenaker tersebut menetapkan iuran sebesar 6% upah untuk jaminan kesehatan karyawan dengan komposisi pembiayaan 5% ditanggung oleh perusahaan, dan 1% ditanggung oleh karyawan. Namun, upaya untuk melaksanakannya juga harus kembali tertunda karena SK Menteri tidak cukup kuat untuk mewajibkan pengusaha membayar iuran tersebut.

“Upaya untuk mengembangkan konsep asuransi kesehatan mendapat titik terang pada tahun 1968. Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun beserta anggota keluarganya, menjadi embrio bagi lahirnya Asuransi Kesehatan Nasional (AKN),” jelas Anwar.

Program asuransi tersebut awalnya dikelola Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) di Departemen Kesehatan. Namun, seiring perkembangan dan kebutuhan pengelolaan program asuransi yang lebih bersifat profesional dan independen, program ini kemudian dikelola oleh korporasi dengan melakukan konversi dari BPDPK menjadi Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti.

Pada perkembangan selanjutnya, Perum Husada Bhakti mengalami transformasi menjadi persero melalui PP Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bahkti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Harapan dari dilakukannya transformasi ini adalah agar pengembangan asuransi kesehatan dapat menjangkau peserta di luar pegawai negeri. Persero yang mendapat kepercayaan dalam melanjutkan kerja Perum Husada Bhakti adalah PT. Asuransi Kesehatan (PT. Askes). Hingga tahun 2004, jumlah peserta asuransi komersial telah mencapai 1,5 juta jiwa, sedangkan jumlah peserta asuransi kesehatan dari PNS, TNI, pensiunan dan keluarganya, telah mencapai 14 juta jiwa.

Pada kisaran tahun 1971, usaha untuk memperluas asuransi kesehatan sosial ke sektor swasta juga telah dimulai dengan didirikannya Perusahaan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). PT. Astek yang semula hanya menangani asuransi kecelakaan kerja, memperluas programnya mencakup empat jaminan sosial pada tahun 1992 melalui UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek). Keempat jaminan sosial tersebut, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian.

Kegiatan Wakil Ketua

Pada kesempatan mengunjungi Bima, Anwar juga menghadiri Deklarasi anti radikalisme dan terorisme pada Selasa (19/7), serta Sarasehan Nasional bertajuk \”Menuju Bima yang Ramah dengan Kearifan Budaya Lokal\” yang dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bima. Selain itu, Anwar juga menghadiri Peringatan Hari Jadi Kota Bima ke 376 pada Kamis (21/7).

(Agung/lul)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

About Author

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *