Pada malam minggu, 16 Juli 2016, di lapangan Desa Sungai Bulian, Kecamatan Tabir Timur, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, digelar Sosialisasi 4 Pilar MPR lewat pagelaran seni dan budaya. Pagelaran seni dan budaya yang ditampilkan dalam acara yang dihadiri seluruh penduduk desa itu seperti kuda lumping, ketoprak, lukogilo, serai serumpun, pencak silat, dan tari bondan.
Desa Sungai Bulian pada tahun 1980-an adalah wilayah yang oleh pemerintah pada masa itu dijadikan tempat transmigrasi. Tak heran bila mayoritas penduduk yang bertempat tinggal di antara lahan sawit dan karet itu berasal dari Pulau Jawa, yakni dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jogjakarta. Meski demikian di antara mereka juga ada etnis lain, seperti orang Minang.
Hadir dalam acara sosialisasi 4 Pilar lewat pentas seni dan budaya selain jajaran pemerintah Kabupaten Merangin, juga hadir Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono, anggota MPR dari unsur DPD, yakni M. Syukur dan Daryati Uteng.
Dalam sambutan, Bambang Sadono bertanya mengapa sosialisasi 4 Pilar dilakukan lewat pentas seni dan budaya? sebelum menjawab pertanyaan itu, anggota DPD dari Jawa Tengah itu menerangkan bahwa sosialisasi 4 Pilar selama ini dilakukan dengan beragam metode seperti outbond, FGD, TOT, seminar, LCC, dan lain sebagainya. “Tetapi cara yang paling tepat melalui pentas seni dan budaya,” ujar Bambang Sadono.
Lebih lanjut dikatakan, dengan pentas seni dan budaya, masyarakat sudah menunjukkan perilaku 4 Pilar. Dimaksud oleh Bambang Sadono bahwa dalam mempersiapkan acara itu hingga pelaksanaan, masyarakat telah melakukan gotong royong. “Gotong royong merupakan sikap dan perilaku Pancasila,” paparnya. Selain menunjukkan nilai gotong royong, dengan kegiatan bersama seluruh penduduk desa telah menunjukkan bahwa masyarakat juga mengimplementasikan nilai Pancasila yang lain, yakni Persatuan. “Meski penduduk desa beragam namun semua bisa bersatu”, paparnya.
Bambang Sadono kembali mengakui bahwa sosialisasi 4 Pilar akan mengena bila dilakukan oleh seniman dan budayawan. “Lewat pesan saat berkesenian bahasanya lebih mudah dimengerti,” paparnya. “Lewat ketoprak bisa disampaikan pesan 4 Pilar,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Bambang Sadono juga menjaring aspirasi masyarakat. Saat acara, listrik sering mati sehingga apa yang terjadi itu akan dijadikan bahasan saat kembali ke Jakarta.
M. Syukur dalam sambutan mengatakan, mengapa sosialisasi 4 Pilar diadakan di Tabir Timur, karena di kecamatan ini bisa dijadikan contoh bagaimana nilai Bhinneka Tunggal Ika bisa hidup. “Budaya Bhinneka Tunggal Ika ada di sini,” ujarnya dengan bangga.
Diungkapkan, dirinya sering menonton televisi di mana di banyak tempat terjadi kerusuhan. “Tapi di Tabir Timur hidup damai meski beragam,” ungkapnya. Karena itulah, M. Syukur akan menjadikan Tabir Timur sebagai contoh buat daerah dan kabupaten lain. “Ini perlu kita rawat dan jaga,” ucap anggota DPD dari Jambi itu.
Lebih lanjut dikatakan, kita berkumpul di sini menunjukkan bahwa masyarakat mampu bersatu tanpa memandang asal usul. “Siapapun yang ada di sini adalah orang Merangin,” paparnya. “Kita tak akan bicara asal usul,” jelasnya. Untuk itulah dirinya mengajak pada semua untuk membangun Merangin.
“Kita jauhkan bicara perbedaan. Saya ingin Merangin ke depan lebih baik,” harap M. Syukur. “Lewat seni dan budaya kita bangun nilai-nilai 4 Pilar,” tambahnya.
Uteng dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa sosialisai dilakukan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dan bagaimana cara berbangsa dan bernegara yang benar.
Diungkapkan bahwa pemimpin harus mempunyai jiwa seni dan budaya. Bila mempunyai seni dan budaya, kita tak akan melakukan hal-hal yang negatif, demikian Uteng berkata